Kesehatan Mental yang Masih Dikesampingkan

Mental Health. Sumber: dailytimes






Cukup menyedihkan bila kesehatan mental masih menjadi hal yang belum dianggap serius. Padahal, kesehatan mental pun sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Bahkan, mental dapat mempengaruhi kesehatan jasmani kita. Mengutip website www.mentalhealth.gov, kesehatan mental dinilai penting karena hal ini mempengaruhi pola pikir, perasaan, dan tindakan serta bagaimana kita mengolah stres.

Sama halnya dengan fisik, gangguan mental juga memiliki gejala-gejala tertentu dan biasanya tak mudah terlihat. Di antaranya adalah pola tidur dan pola makan yang berubah, selalu merasa lelah dan tidak bersemangat, merasa kesepian dan tak berdaya, mudah lupa, mudah cemas, suka menyendiri, dan rasa sakit di dada atau bagian-bagian tubuh tertentu yang terkadang sulit dijelaskan. Beberapa orang biasanya mengalami mimpi buruk dan mendengarkan suara-suara aneh di kepala mereka. Lebih parah lagi bila gangguan mental mengarah pada sikap abusive dan ketergantungan pada alkohol atau obat-obat terlarang.

Gangguan kesehatan mental, misanya saja stres dan depresi, merupakan akibat dari keadaan lingkungan sekitar. Seseorang bisa saja merasa amat tertekan dengan tuntutan hidup, tuntutan pekerjaan, keadaan ekonomi, dan faktor sosial. Ditambah lagi kini kita memasuki era di mana media sosial sudah tak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sehari-hari. Terlalu banyak menggunakan media sosial dan kurang berinteraksi secara sosial di dunia nyata adalah salah satu jalan yang mengantar kita menuju depresi.

Di Indonesia sendiri, kasus kesehatan mental sayangnya masih menjadi nomor dua dibandingkan dengan kesehatan fisik. Hal ini terbukti dengan data yang diulas oleh media Berita Satu per bulan Juli 2018. Mengutip Riskedas 2013 yang dikombinasikan dengan data Pusdatin, presentase depresi di Indonesia mencapai 6 persen atau sekitar 14 juta orang. Sementara itu, gangguan jiwa berat seperi skizofrenia menghinggapi sekitar 400.000 orang.

Pun penanganan kasus kesehatan mental di negeri ini masih terbilang rendah. Berita Satu mengungkapkan bahwa Indonesia hanya memiliki 0.15 psikolog klinis, 0.33 psikiater, dan 2 persen perawat per 100.000 penduduk Indonesia yang jumlahnya mencapai 250 juta jiwa. Sedangkan, standar yang ditetapkan oleh WHO adalah satu orang psikiater dan psikolog per 30 orang. Kurangnya tenaga medis di ranah ini menyebabkan mereka yang terkena gangguan mental harus bersusah payah untuk sembuh. Akhirnya dibiarkan begitu saja. Yang lebih menyedihkan lagi, orang-orang di daerah yang kurang mampu malah memasung mereka, mengasingkannya di tempat tersendiri dan memperlakukan mereka layaknya hewan peliharaan.

Namun, bukan berarti pemerintah tidak tinggal diam dengan keadaan rendahnya kualitas dan kuantitas penanganan kesehatan mental. Buktinya, mereka setidaknya sudah berusaha untuk membantu pengobatannya dengan memberikan kartu jaminan kesehatan melalui BPJS. Mengutip media Tirto ID, BPJS kesehatan tak hanya menanggung biaya pengobatan gangguan jiwa (yang notabene harus berobat berkesinambungan), tetapi juga menyediakan pelayanan rehabilitatif dan konsultasi yang ditanggung oleh negara. Layanan ini tak hanya ada di Jakarta, tetapi sudah tersebar di seluruh Indonesia.

Sayangnya, sudah bukan rahasia publik lagi kalau para peserta BPJS masih mendapat perlakuan yang kurang memuaskan. Birokrasi dan rumitnya pengurusan menjadi kendala. Pelayanan di rumah sakit besar terkadang masih kurang diprioritaskan. Keraguan pun kerap muncul. Apakah nantinya kita juga mendapatkan obat yang benar? Apakah dokter ini memeriksa kita dengan sungguh-sungguh?

Melihat kondisi ini, problema penanganan kesehatan mental dapat dikatakan belum mengalami banyak kemajuan. Kita memang patut berterima kasih kepada pemerintah karena mereka sudah memiliki cara untuk mengatasi masalah ini dengan meringankan biaya pengobatannya. Hanya saja, pengaplikasiannya terkadang sering tak sesuai apa yang kita harapkan. Sementara itu, mencegah lebih baik daripada mengobati. Oleh karenanya, kita yang masih sehat harus berusaha untuk terhindar dari hal-hal yang dapat memicu gangguuan mental meski sekadar stres belaka. Hidup sehat serta melingkupi diri dengan aura dan hal-hal positif dapat membantu untuk membangun benteng pertahanan dari dalam diri. Menjaga diri untuk tetap tenang dan bahagia adalah kunci supaya kita terhindar dari gangguan mental.

Comments