Ash Wednesday. Source: parishofchingford |
Pada tanggal 14 Februari kemarin, mungkin ada beberapa dari
Anda melhat banyak pasangan memadu kasih dan tengah menghabiskan waktu berdua dengan
dekorasi serba warna merah muda tersebar di berbagai tempat. Dan mungkin juga, beberapa
dari Anda menemukan orang-orang yang lewat dengan tanda salib berwarna abu-abu
di dahi. Mereka adalah umat Kristiani, terutama Katolik yang merayakan Rabu Abu atau Ash Wednesday.
Uniknya, tahun ini Rabu Abu dirayakan bersamaan dengan hari kasih sayang.
Rabu Abu merupakan hari yang menandai bahwa umat Katolik
mulai memasuki masa puasa dan pantang selama empat puluh hari sebelum perayaan
Paskah. Dinamakan sebagai Rabu Abu karena pada hari itu umat Katolik akan mengikuti
misa suci dan mendapatkan usapan tanda salib dari abu di dahi mereka. Tanda
tersebut bermakna pertobatan dan penanda bahwa mereka bersiap untuk ikut
sengsara bersama Yesus Kristus yang akan wafat di salib pada hari Jumat Agung.
Makna lainnya adalah perayaan ini digunakan sebagai pengingat bahwa manusia
pada dasarnya adalah abu di mata Tuhan. “Kita berawal dari abu dan akan kembali
menjadi abu,” begitulah yang diucapkan Romo saat misa kudus malam itu, sesuai
dengan salah ayat yang diatur dalam kitab suci.
Abu yang digunakan dalam perayaan ini tidak diambil dari
sembarang abu, bukan bekas kayu bakar atau arang yang ditumbuk. Abu diambil
dari daun palem yang sudah diberkati dan digunakan pada hari raya Minggu Palma tahun
lalu (hari Minggu sebelum Paskah). Daun-daun palem tersebut tidak dibuang,
namun akan disimpan hingga kering di salib-salib setiap keluarga Katolik.
Uniknya, daun ini tidak busuk atau bahkan rontok dan menipis seperti daun pada
umumnya. Biasanya, gereja akan
mengumumkan pada hari sebelum misa Rabu Abu bahwa para umat bisa membawa
daun-daun palma ang sudah kering untuk dikumpulkan. Abu dari daun palem ini
kemudian dicampur dengan minyak zaitun dan air, menghasilkan cairan kental yang
siap diusapkan ke dahi para umat Katolik.
Kembali ke ribuan tahun yang lalu, Rabu Abu awalnya bukan
merupakan hari yang dikaitkan dengan umat Kristiani. Gereja Katolik di Council
of Nicaea mulai menerima tradisi kepercayaan ini pada tahun 325. Council pun
menetapkan standar hari selama masa berpuasa adalah 40 hari, namun hari
pastinya masih belum ditentukan. Pada akhirnya di tahun 601, Paus Gregory menentukan
bahwa masa berpuasa dimulai pada 46 hari sebelum Paskah. Jadi, masa puasa dan pantang ini sebenarnya berlangsung selama 46
hari, namun enam hari Minggu selama masa itu tidak dihitung karena setiap hari
Minggu merupakan hari Tuhan, atau bisa dikatakan “mini easter” yang memperingati kemenangan Yesus atas maut dan dosa.
Selama 40 hari ke depan, umat Katolik akan berpantang untuk makanan tertentu,
yang paling umum adalah berpantang makan daging, telur, atau dairy products. Tak sedikit pula yang
pantang untuk menyantap makanan kesukaan sehari-hari atau berhenti melakukan kegiatan favorit , demi
mempersiapkan diri dan bertobat menuju hari raya Paskah.
Comments
Post a Comment