Melihat Cara Pandang Para Difabel Terhadap Dunia Lewat Festival Bebas Batas

Sumber: www.festivalbebasbatas.org


Untuk pertama kalinya, Direktorat Kesenian menggelar sebuah pameran yang dapat menggerakkan hati para penikmat seni. Pameran tersebut bertajuk Festival Bebas Batas dan digelar di Galeri Nasional Indonesia selama 18 hari mulai tanggal 12 Oktober hingga 29 Oktober mendatang. Di sini, Anda akan disuguhi dengan berbagai seni rupa, termasuk lukisan, karya para penyandang disabilitas yang dipamerkan di Gedung B, Gedung C, dan Gedung D.Selain pameran, kegiatan ini juga dimeriahkan dengan pertunjukan musik, pemutaran film, dialog, dan workshop.



Memasuki ruangan demi ruangan, Anda akan disambut ramah dengan para relawan yang bekerja sebagai penjaga dan pemandu. Salah satu volunteer bernama Esa mengungkapkan bahwa pameran ini diselenggarakan secara khusus di bawah naungan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (yang bekerja sama dengan Galeri Nasional Indonesia, Kementrian Sosial Republik Indonesia, British Council Indonesia serta beberapa organisasi seni seperti Art Brut Indonesia dan pemerintah Jepang yakni International Exchange Program Executive Committee for Disabled People’s Culture & Arts for Japan) sebagai sarana bagi para penyandang disabilitas di Indonesia untuk menyalurkan ide dan kreatifitas mereka melalui karya. “Acara ini diadakan berbarengan dengan Asian Paragames 2018 serta ini adalah wadah bagi teman-teman kita yang menyandang disabilitas,” jelasnya. Sehingga, Festival Bebas Batas memang diadakan dengan tujuan tertentu, bukan hanya untuk sekadar dinikmati oleh pecinta seni.


Pameran ini melibatkan 35 penyandang disabilitas yang telah melalui seleksi open call. Menurut Esa, “Semua merupakan karya teman-teman kita yang difabel. Kalau pun ada seniman khusus, mereka adalah seniman dari kelompok difabel.”  Memang benar, ekshibisi ini juga turut mengundang beberapa seniman baik dari dalam maupun luar negeri. Lukisan-lukisan mereka diambil lewat hasil workshop Kedutaan Spanyol di Indonesia, proyek seni yang disokong oleh Institut Francais d’Indonesie dan British Council, serta koleksi Borderless Art Museum No-Ma Jepang. Esa menambahkan, “Bagi para undangan, sepertinya mereka sudah memiliki jam terbang tinggi, karena sudah ada dari mereka yang melakukan pameran tunggal.”  Tidak ketinggalan, ekshibisi ini juga memamerkan hasil karya terseleksi dari lima rumah sakit jiwa di Indonesia.



Meski memiliki keterbatasan fisik dan mental, para seniman yang bergabung dalam Festival Bebas Batas mampu melihat keindahan dunia melalui mata mereka dan mengungkapkan kreatifitas yang tak kalah indah dengan kita yang berkondisi normal. Guratan dan warna-warni lukisan memiliki makna yang dalam dan merepresentasikan kehidupan mereka di lingkungan normal, baik dari pengalaman pribadi maupun kritik atas keadaan sosial dan budaya. Hal ini cukup membuat kagum sekaligus mengusik perasaan para pengunjung yang hadir. Melalui Festival Bebas Batas inilah Anda akan dibuat bertanya, apakah masih perlu memberikan label disabilitas bagi para penyandangnya di ranah seni?

Comments